A. Pengertian
Ilmu Pendidikan Pendekatan
Normative Perenialis.
Ilmu
Pendidikan Islam dengan Pendekatan Normatif Perenialis adalah Ilmu Pendidikan
Islam yang didasarkan pada nilai-nilai luhur yang terdapat dalam ajaran Agama
seperti kepatuhan dan ketundukan kepada Tuhan, berusaha mewujudkan kedamaian,
keselamatan, kemanusiaan, kerja sama, toleransi, bersikap seimbang, menghargai
akal pikiran, keterbukaan, berorientasi pada masa depan, mengutamakan
keunggulan, profesionalitas, bekerja dengan perencanaan, menghargai waktu dan
efisiensi. Nilai-nilai inilah yang merupakan
karakter, jiwa spirit, esensi, substansi, hakikat dan aspek metafisik yang
transcendental. Dengan berpegang pada nilai tersebut maka Pendidikan Islam tidak
pernah akan terjebak hal-hal yang bersifat formalitas.
Pendekatan
Normatif Perenialis sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur’an dan Hadist, telah
banyak digunakan oleh para ulama dan ahli pendidikan dalam mengembangkan konsep
pendidikan Islam, paling tidak berpengaruh pada tujuan, ide dasarnya,
kurikulum, dan metode pengajaran
Pendidikan
Islam adalah sebagai sebuah kegiatan, bukan hanya mengembangkan wawasan
intelektual manusia, melainkan menumbuhkan, mengarahkan dan mengembangkan,
pendidikan ahlak, memberikan ketrampilan dan kecakapan, memelihara agar terjaga
dari perbuatan tercela, memperluas perasaan jiwa, menginformasikan aturan,
sikap, memberikan peraturan yang mendalam tentang Islam, jiwa dsb.
Pendekatan
Normatif perenealis berprinsip bahwa dasar pendidikan Islam sangat kokoh dan
ideal yaitu Al Qur’an dan Hadist. Bahwa tujuan pendidikan Islam sesuai dengan
fitrah manusia sebagai hamba Allah yang harus beribadah dan sebagai Kholifah di
muka bumi. Untuk dapat melaksanakan fungsinya manusia maka, potensi yang
dimiliki oleh manusia harus dikembangkan secara sempurna, demikian yang
dikehendaki oleh pendidikan Islam. Maka kurikulum dan materi Pendidikan Islam
harus disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan fitrah manusia tersebut.
B. Ilmu Pendidikan
Islam Sebagai Ilmu Pengetahuan.
Istilah
Ilmu Pendidikan Islam berasal dari kata ilmu dan pendidikan Islam. kata ilmu
dalam Kamus Ilmiah Popular, adalah pengetahuan.
Dari segi
bahasa, pendidikan berasal dari bahasa Arab, yaitu: “tarbiyah”
dengan kata kerja “rabba”, kata “ta’lim” dengan kata kerja “’allama”,
yang berarti pengajaran. Sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya
adalah “tarbiyah Islamiyah”.
Kata
kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi
Muhammad SAW, seperti terlihat dalam ayat al-Qur’an dan hadits Nabi. Dalam ayat
al-Qur’an, kata ini digunakan dalam susunan kalimat sebagai berikut:
.... رب ارحمهما كما ربياني
صغيرا ( الاسراء : ٢٤)
Artinya : “Ya Tuhan, sayangilah
keduanya (ibu bapakku) sebagaimana mereka telah mengasuhku (mendidikku) sejak
kecil”. (Q.S. Al- Isra’ : 24).
Sedangkan
kata “ta’lim” disebutkan dalam Al-Qur’an dengan susunan kalimat sebagai
berikut.
وعلم ادم الا
سماء كلها (البقرة : ٣١)
Artinya : “Allah
mengajarkan kepada Adam nama-nama semuanya.” (Q.S.
al-Baqarah ayat 31).
Kata “’allama” mengandung
pengertian sekedar memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti
pembinaan kepribadian, Lain halnya dengan pengertian “rabba”
jelas terkandung kata pembinaan, pimpinan, pemeliharaan dan lain-lain.
Sedangkan
M. Naquib al-Attas sebagaimana dikutip oleh Achmadi, menyebut istilah
pendidikan Islam dengan istilah “ta’dib”, yang mana istilah tersebut
berakar dari kata “addaba”. Dalam argumentasinya yang tertuang dalam
buku Konsep Pendidikan Islam, istilah ta’dib yang
berasal dari kata kerja addaba, mencakup wawasan ilmu dan amal yang
merupakan esensi pendidikan Islam.
Menurut
Muhaimin, istilah “pendidikan Islam” dapat dikatakan sebagai pendidikan menurut
Islam atau pendidikan Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan,
dan diajarkan dalam nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber
dasarnya, yaitu, al-Qur’an dan as-sunah. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam
dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri atau
dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber dasar tersebut.
Sedangkan
pendidikan Islam menurut Muzayin Arifin adalah sistem pendidikan yang dapat
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya, sesuai dengan
cita–cita Islam, karena nilai–nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak
kepribadiannya. Dengan istilah lain, manusia muslim yang telah mendapatkan
Pendidikan Islam itu harus mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan
sebagaimana diharapkan oleh cita-cita Islam. Pengertian Pendidikan Islam dengan
sendirinya bermuara pada pengertian sistem pendidikan yang mencakup seluruh
aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam memberi
pedoman seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi.
Ilmu pendidikan islam termasuk ilmu pengetahuan empiris, rohani dan
rormatif yang diangkat dari pengalaman (emiris) pendidikan, kemudian disusun
secara teoritis untuk kemudian digunakan secara praktis.
Jadi Ilmu
Pendidikan Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai/aspek-aspek
yang terkandung dalam ajaran Islam. Aspek-aspek tersebut meliputi: aspek
ibadah, syariah dan mu’amalah.
C. Ilmu
Pendidikan Sebagai Ilmu Normative
Secara
singkat ilmu pendidikan sebagai ilmu yang normative, alasannya karena ilmu
pendidikan berdasar atas pemilihan antara yang baik dan sebaliknya untuk anak
manusia secara husus dan manusia secara universal. Kenapa normatif, karena ilmu
pendidikan senantiasa berurusan dengan pertanyaan yang singkat, siapa
manusia itu.
Secara umum pembahasan mengenai manusia itu ada pada bidang filsafat, yaitu
filsafat antropologi. Pandangannya tentang manusia ini sangat besar penaruhnya
terhadap konsep-konsep pendidikan dan praktek-praktek pendidikan. Pandangan
filsafat dapat menentukan nilai-nilai luhur yang dipegang teguh oleh pendidik
maupun bangsa yang akan atau sedang melaksanakan pendidikan. Nilai-nilai yang
dipegang teguh itu dijadikan suatu norma-norma untuk menentukan cirri manusia
yang diharapkan melalui praktek pendidikan. Sebenarnya nilai itu tidak hanya didapat
dari praktek mendidik (pengalaman) saja, tapi juga bersumber dari norma-norma
masyarakat, norma filsafat, pandangan hidup (way of life) dan juga dari norma
agama.
Penjelasan mengenai system nilai yang menjadi norma bagi pendidikan, dapat
kita cermati kisah sejarah berikut.
1. Kisah Yunani Tujuan pendidikan
Yunani yakni pembentukan rakyat yang kuat jasmaninya. Mereka berpandangan bahwa
manusia adalah mahluk bermain (homo ludens). Mereka berpandangan bahwa
pendidikan jasmani adalah pendidikan utama karena mensana incorpore
sano العقل السليم فى الجسم السلبم.
Orang Yunani berpandangan demikian, dapat diketahui latar belakangnya; mereka
berada di Negara yang sering mengalami ketegangan dengan Negara lain, sehingga
perlu solusinya, untuk itu mereka harus kuat jasmaninya. Dari kisah sejarah
tadi dapat dipahami bahwa system nilai yang menjunjung tinggi aspek jasmani
telah memberikan corak normative tersendiri terhadap system pendidikan Yunani.
2. kisah Rasionalisme; pengaruhnya
terhadap Eropa Barat. Pandangan manusia menurut mereka adalah mahluk berfikir
(homo sapiens). Akal dijadikannya pangkal tolak. Rakyatnya sangat menjunjung
akal, baik akal teoritis maupun praktis. Dengan akal, manusia menghasilkan
pengetahuan. Dengan pengetahuan maka manusia dapat berbuat baik dalam arti
sempurna. Untuk contoh konkrit, Rene Descartes dengan metode
kesangsiannya Cogito Ergo Sum (saya berfikir karena saya ada); sebab saya
sadar saya ada, maka berarti ada yang meng-ada-kan saya, dan yang mengadakan
itu adalah sempurna, maka apa-apa yang diciptakannya adalah sempurna. Dari
faham ini dapat dikatakan bahwa akal (pengetahuan) maha kuasa. Ini merupakan
aksioma: implikasi pendirian ini bahwa pendidikan ini sangat menjunjung tinggi
pengaruh pengetahuan dan peranan akal rasio. John Locke (bapaknya) empirisme yang
sangat mementingkan pengaruh pendidikan atas dasar teori tabularasa (anak lahir
secara fitrah).
Dari contoh-contoh ini dapat
dilihat bahwa ada nilai-nilai tertentu yang menjadi norma, seperti tadi
pengetahuan yang merupakan norma bagi pelaksanaan pendidikan.
D. Ilmu
Pendidikan Perspektif Normative Perenialis
Secara
etimologis, perenialisme diambil dari kata perenial dengan mendapat
tambahan -isme, perenial berasal dari bahasa Latin yaitu perennis, yang
kemudian diadopsi ke dalam bahasa Inggris, berarti kekal, selama-lamanya atau abadi.
Sedang tambahan –isme dibelakang mengandung pengertian aliran atau paham.
Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English perenialisme
diartikan sebagai ”continuing throughout the whole year” atau “lasting for a
very long time” yang berarti abadi atau kekal. Jadi perenial-isme bisa
didefinisikan sebagai aliran atau paham kekekalan.
Aliran Perenialisme dianggap sebagai “regresive road to culture” yakni
jalan kembali ke kebudayaan masa lampau. Pandangan Perenialisme mengenai
belajar dengan mendasarkan pada teori belajar, Mental disiplin sebagai teori
dasar, rasionalitas dan asas kemerdekaan, belajar untuk berpikir serta belajar
sebagai persiapan hidup. Perenialisme juga memiliki formula mengenai jenjang
pendidikan beserta kurikulum, yaitu pendidikan dasar dan (sekolah) menengah,
pendidikan tinggi dan adult education.
Pandangan aliran ini tentang pendidikan adalah belajar untuk berfikir, oleh
sebab itu peserta didik harus dibiasakan untuk berlatih berpikir sejak dini.
Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan
disiplin mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada
tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme antara lain:
1. Mental dicipline sebagai teori
dasar
Menurut
Perenialisme berpendapat latihan dan pembinaan berpikir adalah salah satu
kewajiban tertinggi dalam belajar, atau keutamaan dalam proses belajar. Karena
program pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
2. Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan
Asas
berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan, otoritas
berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Dan makna kemerdekaan
pendidikan hendaknya membantu manusia untuk dirinya sendiri yang membedakannya
dari makhluk yang lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan itu, yaitu
aktualisasi diri manusia sebagai makhluk rasional yang bersifat merdeka.
3. Leraning to Reason (belajar untuk
berpikir)
Bagaimana
tugas berat ini dapat dilaksanakan, yakni belajar supaya mampu berpikir.
Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan
pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan landasan
dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu, maka learning to reason menjadi tujuan
pokok pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
4. Belajar sebagai persiapan hidup
Belajar
untuk mampu berpikir bukanlah semata-mata tujuan kebajikan moral dan kebajikan
intelektual dalam rangka aktualitas sebagai filosofis. Belajar untuk berpikir
berarti pula guna memenuhi fungsi practical philosophy baik etika, sosial
politik, ilmu dan seni.
5. Learning through teaching
Fungsi
guru menurut Perenialisme berbeda dengan esensialisme. Menurut esensialisme
guru sebagai perantara antara bahan dengan anak yang melakukan proses
penyerapan. Dalam pandangan Perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara
dunia dengan jiwa anak, melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses
belajar sementara mengajar. Guru mengembangkan potensi – potensi self
discovery, dan ia melakukan otoritas moral atas murid-muridnya, karena ia
seorang profesional yang memiliki kualifikasi dan superior dibandingkan
dengan murid-muridnya. Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih.
Daftar
Referensi:
Achmadi. 1992. Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, Aditya
Media, Yogyakarta
Gunawan, Adi.
Kamus Ilmiah Popoler, Surabaya : Kartika, tt
Depag RI. 1977. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penerbit dan Penerjemah al-Qur’an,
Yasin, Fatah. 2008. Dimensi-Dimensi Pendidikan
Islam, Malang: UIN Malang Press
Hidayat, Komaruddin.
dan Wahyuni Nafis, Muhammad. 2003. Agama Masa Depan Perspektif Filsafat
Perenial, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Nor Syam, Mohammad. 1998. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat
Kependidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional
Arifin, Muzayin. 1994. Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Indisipliner, Bumi Aksara:
Jakarta
Syam, M. Noor., Sahertian, Piet A., Saifullah, Ali., Rosyidan,
Moeslichatoen., Faisal, Sanapiah., Manan, Abdul., Suparna, B. 2003. Pengantar
Dasar-dasar Kependidikan, Surabaya: Usaha nasional
Tim Prima Pena. 2006. Kamus Ilmiah Populer, Gita Media Press:
Surabaya
Daradjad, dkk., Zakiah. 2012. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi aksara
Daradjat, Zakiah.
2001. Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Bumi Aksara
Zuhairi.
1991. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara
Terima kasih pencerahannya
BalasHapusWah dapat menambah wawasan islam lebih luas lagi
BalasHapus